Share

Studi: Mendengkur Terkait dengan Kerusakan Otak dan Demensia Dini

Diva Daniswara, Jurnalis · Selasa 11 April 2023 18:30 WIB
$detail['images_title']
kebiasaan mendengkur, (Foto: Freepik)

Mendengkur atau mengorok saat tidur jadi kebiasaan dalam tidur yang dimiliki banyak orang. Baik itu wanita, pria, remaja, dewasa muda, hingga paruh baya.

Bukan hanya masalah ā€˜berisik’, tapi kondisi mendengkur ini berkaitan dengan masalah kesehatan lainnya. Kebiasaan tidur ini bisa punya dampak bahaya bagi fungsi otak.

Para peneliti mendapati bahwa sleep anea, (kebiasaan tidur yang menganggu) yang umumnya menghasilkan seseorang mendengkur saat ia tidur (momen putusnya aliran darah dan oksigen ke otak) bisa menyebabkan penurunan kognitif berkelanjutan dan mengarah pada demensia dini pada orang dengan OSA (Obstructive Sleep Apnea), dikutip dari New York Post, Selasa (11/4/2023)

Hal ini diungkap lewat hasil studi yang dipublikasikan dalam Jurnal Frontiers in Sleep, digelar oleh para peneliti dari King's College London dengan melibatkan 27 pria berusia antara 35 hingga 70 tahun yang baru saja didiagnosis menderita sleep apnea.

Para peneliti juga membandingkan hasil dari tujuh orang pria yang tidak menderita sleep apnea dan memiliki latar belakang kesehatan dan pendidikan yang sama. Ketika penelitian, setiap peserta diminta untuk mengenakan penutup tengkorak khusus saat tidur.

Follow Berita Okezone di Google News

Tujuannya agar tim peneliti bisa mengukur gelombang otak, selain memantau kadar oksigen dalam darah, detak jantung, pernapasan, gerakan mata dan kaki, serta fungsi kognitif.

Hasilnya menunjukkan, orang yang didiagnosis sleep apnea parah menjadi kurang sadar, kurang fokus, punya masalah memori jangka pendek dan ketidakmampuan untuk memenuhi target dalam kehidupan sehari-hari. Sementara, kelompok orang dengan sleep apnea yang lebih ringan terlihat punya fungsi kognitif yang lebih besar.

Peneliti menilai, hasil tersebut bisa disebabkan karena beberapa faktor. Meliputi rendahnya oksigen dan tingginya kadar karbon dioksida dalam darah, perubahan aliran darah ke otak, dan peradangan di otak. Semua ini, disebut menyebabkan perubahan neuroanatomis dan struktural yang meluas di otak dan defisit kognitif dan emosional fungsional yang terkait.

ā€œInteraksi yang kompleks ini masih kurang dipahami, tetapi kemungkinan besar hal ini menyebabkan terjadinya perubahan neuroanatomis dan struktural yang meluas di otak dan defisit kognitif dan emosional fungsional yang terkait,ā€ jelas Dr. Ivana Rosenzweig, Neuropsikiater sekaligus penulis utama studi.

1
2
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis Okezone.com tidak terlibat dalam materi konten ini.