Share

Banyak Warga Jepang Malas Bercinta, Salah Satunya Karena Capek Bekerja

Vivin Lizetha, Jurnalis · Senin 30 Januari 2023 09:34 WIB
$detail['images_title']
Warga Jepang malas bericnta karena capek bekerja. (foto: East Asia Forum)

JEPANG mengumumkan penurunan yang cukup signifikan pada angka kelahiran di negaranya. Tahun lalu, hanya ada kurang dari 800 ribu kelahiran di negara Sakura tersebut. Angka ini turun lebih dari 50 persen bila dibandingkan jumlah kelahiran di tahun 1970-an.

Ketakutan pemerintah yaitu angka kelahiran ini terus memburuk setiap tahunnya. Padahal angka harapan hidup terus meningkat dalam beberapa dekade terakhir.

 Krisis populasi Jepang

Ini memperlihatkan bahwa semakin banyak orang tua yang hidup namun tidak ditopang dengan jumlah pekerja produktif yang mendukung mereka.

Jepang saat ini menduduki peringkat tertinggi kedua di dunia sebagai negara yang memiliki banyak orang berusia 65 tahun ke atas. Urutan pertama diduduki Monaco.

Untuk itu, pemerintah mulai merancang beberapa program untuk meningkatkan angka kelahiran di Jepang. Karena problem kelahiran di Jepang sudah tak dapat ditunda lagi.

“Memfokuskan perhatian pada kebijakan mengenai anak dan mengasuh anak adalah masalah yang tidak bisa menunggu dan tidak bisa ditunda," ungkap Perdana Menteri Jepang, Fumio Kishida, dikutip dari BBC, Selasa (24/1/2023).

Ia berharap pemerintah melipatgandakan pengeluaran yang berhubungan dengan program peningkatan angka kelahiran. Ini rencananya akan mulai dilakukan pada bulan April mendatang.

Follow Berita Okezone di Google News

Meski begitu, sebenarnya program ini sudah pernah diberlakukan sebelumnya, namun tak membuahkan hasil. Turunnya tingkat kelahiran didorong oleh berbagai faktor.

Mulai dari kenaikan biaya hidup, lebih banyak perempuan dalam pendidikan dan pekerjaan, serta akses yang lebih besar terhadap kontrasepsi, yang menyebabkan perempuan memilih untuk memiliki anak lebih sedikit.

Perempuan di usia subur lebih memilih menjadi wanita karir dibandingkan menikah. Berdasarkan data yang dikutip dari Asian Times, diketahui ada lonjakan jumlah wanita lajang di usia 25 hingga 29 tahun pada 2020 dibandingkan tahun 1975. Yaitu sekitar 66 persen.

 Krisis populasi Jepang

Kondisi ini terjadi diduga karena meningkatnya kesadaran wanita akan pentingnya pendidikan dan memiliki penghasilan sendiri. Peningkatan ini bahkan mencapai 87 persen dibanding tahun 1970-an.

Selain itu, adanya ketidakseimbangan gender, dimana seluruh pekerjaan rumah tangga dan mengurus anak dibebankan kepada perempuan, menjadi salah satu pemberat malasnya perempuan Jepang memiliki anak.

Tak hanya itu, gairah berhubungan seks pun menjadi menurun karena tingginya rutinitas bekerja dan "ketakutan" memiliki anak. Bahkan angka kehamilan di luar nikah di Jepang sangat rendah. Hanya 2 persen sejak tahun 1970-an.

Pemerintah menyadari akan ada banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan untuk mengatasi krisis populasi di Jepang.

1
2
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis Okezone.com tidak terlibat dalam materi konten ini.