Share

Pria Perlu Baca! Merokok dan Minum-minuman Keras Bikin Tak Subur

Dyah Ratna Meta Novia, Jurnalis · Jum'at 11 November 2022 22:16 WIB
$detail['images_title']
Pria suka minum-minum (Foto: Istock)

BANYAK suami istri yang ingin mendapatkan anak, namun mereka seringkali sukar memperolehnya. Mungkin karena gaya hidup yang tak sehat, sehingga suami atau istri kurang subur.

Penyebab ketidaksuburan bisa terjadi karena polusi udara, stres, dan gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok, minum-minuman keras, atau makan makanan yang tidak sehat. Kesulitan kehamilan juga bisa disebabkan karena embrio yang lemah.

Namun dengan kecanggihan teknologi, suami istri bisa melakukan program bayi tabung untuk mendapatkan anak. "Semua itu bisa dilakukan lewat Teknologi PGT-A (Pre-Implamantation Genetic Testing for Aneuploidy) yang dapat memilih embrio terbaik dari suami untuk ditanamkan di rahim istri," kata Direktur Scientific Morula IVF Indonesia, Prof Arief Boediono PhD.

 bayi tabung

Prof Arief menegaskan, teknologi PGT-A perlu bagi pasangan yang sudah ikut program bayi tabung berulang kali tapi tak kunjung hamil, pasangan dengan riwayat keguguran berulang, pasangan dengan riwayat kelainan bawaan pada kehamilan sebelumnya, dan pasangan berusia di atas 38 tahun.

"Penyebab kasus kemandulan (infertilitas) di Indonesia hingga saat ini masih menyudutkan istri sebagai pihak yang bermasalah. Padahal, 30 persen kasus fertilitas juga ditentukan oleh kualitas embrio dari suami," ujarnya.

Ditambahkan, penyebab kasus fertilitas itu beragam. Pengalaman menunjukkan sekitar 30 persen berasal dari istri, 30 persen dari suami, 30 persen dari suami dan istri dan 10 persen karena faktor yang tidak diketahui.

"Karena itu, penting bagi pasangan untuk memeriksakan diri ke dokter jika 1-2 tahun tak kunjung hamil setelah pernikahan. Karena indung telur pada perempuan juga punya batas waktu," katanya.

Jika masalah infertilitas karena faktor embrio, lanjut Prof Arief, Morula IVF Indonesia memiliki teknologi yang dapat mendeteksi masalah kromosom pada embrio. Hal itu untuk mencegah terjadinya keguguran pada pasien ibu dan calon bayi tabung.

Selain PGT-A, pemeriksaan kromosom lanjutan lainnya adalah PGT-M (Pre Implantation Genetic Testing for Monogenic/single-gene defect). Beberapa kelainan yang dapat dicegah dengan teknologi PGT-M yaitu thalassemia, spinal muscular atropy, cystic fibrosis dan penyakit genetik lain yang bersifat turunan.

"Karena embrio yang dimasukkan ke dalam rahim merupakan kualitas terbaik maka tingkat keberhasilan hamil lebih tinggi dan bayi juga terhindar dari penyakit genetik," ujarnya.

Prof Arie mengutip hasil studi yang dilakukan pada 2019 hingga September 2022 dengan target sasaran 500 pasien. Hasil teknologi PGT-A membantu potensi kehamilan sebesar 68 persen di kelompok umur 38-39 tahun dan 46 persen usia diatas 40 tahun.

Pada kelompok 38-39 tahun tersebut, persentase kehamilan dengan teknologi PGT-A lebih baik yaitu 25 persen dibanding kehamilan Non PGT-A. Usia 40 tahun ke atas, PGT-A membantu persentase kehamilan 19 persen lebih baik dari yg Non PGT-A.

Data lain mengungkapkan, pasien dalam rentang usia 36-44 tahun memiliki angka kromosom normal (euploid) yang jumlahnya lebih rendah dibndingkan kromosom tidak normal (aneuploid).

Hal itu menunjukkan, teknologi PGT-A bisa direkomendasikan kepada pasien dalam kelompok usia 36-44 tahun dengan tujuan 'healthy embryo is healthy baby' bisa terpenuhi.

"Teknologi PGT-A juga dapat mengidentifikasi embrio dengan kromosom seks yang normal atau sehat dengan mengidentifikasi kromosom 46 XX atau 46 XY. Bahasa awamnya dikenal dengan deteksi jenis kelamin yang normal," katanya.

 BACA JUGA:Demi Bisa Hamil, Jennifer Aniston Akui Pernah Program Bayi Tabung dan Minum Teh Herbal

Ditanya jika embrio dari suami ternyata tidak ada yang bagus, Prof Arief mengatakan, proses seleksi terus dilakukan hingga diperoleh embrio yang berkualitas. Termasuk telur dari istri, dicari dengan kualitas terbaik.

Follow Berita Okezone di Google News

Sementara itu, Direktur Medis Morula IVF Indonesia, dr Arie A Polim menyebut, kegagalan program bayi tabung terjadi karena sekitar 60-70 persen disebabkan karena kromosom yang tidak normal, terutama pada wanita usia di atas 38 tahun. "Kerusakan kromosom bahkan bisa mencapai sekitar 75 persen," katanya.

Kromosom abnormal bisa terjadi saat proses pembentukan sel-sel telur, sperma dan saat perkembangan embrio. Hal itu menyebabkan kromosom terlalu banyak atau terlalu sedikit, atau bahkan hilang atau penambahan DNA. Kelainan kromosom di atas dikenal sebagai aneuploidy.

"Kondisi itu menyebabkan kelainan kromosom seperti down syndrome dan edwards syndrome serta 60 persen keguguran," ujar dr Arie.

1
2
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis Okezone.com tidak terlibat dalam materi konten ini.