Share

Lebih Dari 100 Ribu Warga Jawa Barat Terkena Penyakit TBC, Terbesar di Indonesia!

Agung Bakti Sarasa, Jurnalis · Kamis 10 November 2022 05:00 WIB
$detail['images_title']
Ilustrasi. (foto: Istimewa)

SEKITAR 100.000 warga Jawa Barat  (Jabar) tertular penyakit tuberkulosis (TBC) dan menjadikan Jabar sebagai provinsi penyumbang penderita TBC terbesar di Indonesia.

Hal itu mengemuka dalam pertemuan lintas sektor tingkat kabupaten/kota untuk menekan penyebaran TBC dan mencegah penambahan kasus stunting di Bandung, Rabu (9/11/2022).

 tbc di jabar terbesar di Indonesia

Dalam pertemuan yang juga menjadi rangkaian peringatan Hari Kesehatan Nasional tingkat Provinsi Jabar tersebut, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Jabar, Nina Susana Dewi mengungkapkan bahwa kesadaran masyarakat terhadap ancaman TBC masih rendah sehingga jumlah penderitanya terus bertambah.

Nina menjelaskan, saat ini, Indonesia merupakan negara terbanyak kedua jumlah penderita TBC di dunia dan Provinsi Jabar menjadi penyumbang terbesar dimana 128.000 warganya diprediksi mengidap penyakit tersebut.

Selain masih minimnya kesadaran masyarakat, lanjut Nina, berbagai faktor menjadi penyebab masih tingginya jumlah penderita TBC di Jabar, di antaranya proses pengobatan yang membutuhkan waktu lama, setidaknya enam bulan.

Akibatnya, kata Nina, tidak sedikit pasien yang menghentikan pengobatan meski baru berjalan beberapa bulan, bahkan pekan saja. Tidak hanya itu, lanjut Nina, ada juga pasien yang merasa sudah sembuh meski baru berobat 1-2 bulan.

"Jadi ini yang menyebabkan tak tercapainya pengobatan," terang Nina.

Follow Berita Okezone di Google News

Penyebab lainnya, masih banyak orang yang merasa malu ketika ada keluarganya tertular TBC. Sehingga, banyak masyarakat yang memiliki kontak erat dengan pengidap TBC, namun tidak melakukan pengobatan.

Selain itu, penyebaran TBC pun diperburuk oleh tidak terdeteksinya penyakit tersebut saat pengobatan. Menurut Nina, banyak warga yang merasa hanya terkena flu dan batuk biasa sehingga hanya menjalani pengobatan biasa.

"Mungkin dianggap flu biasa, batuk biasa, padahal sudah sering, sudah lama. Karena informasinya tidak benar, sehingga (saat berobat) tidak diperiksa dahak, tidak di-rongent," jelasnya.

Lebih lanjut Nina membeberkan, masih tingginya penyebaran TBC juga terjadi karena minimnya pendataan, terutama dari fasilitas pelayanan kesehatan swasta. Dia menilai, banyak klinik maupun rumah sakit swasta yang tidak melaporkan tengah merawat pasien TBC.

"Kepatuhan untuk melapor juga kecil. Ini menambah beban untuk menurunkan TBC," kata Nina.

1
2
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis Okezone.com tidak terlibat dalam materi konten ini.