Gunung Semeru Meletus, Ini Cara Penanganan Trauma untuk Anak dan Korban Terdampak
![$detail['images_title']](https://img.okezone.com/content/2021/12/05/481/2512323/gunung-semeru-meletus-ini-cara-penanganan-trauma-untuk-anak-dan-korban-terdampak-GOIjw7XauW.jpg)
BENCANA alam dapat menjadi salah satu peristiwa traumatik bagi para korban, terutama untuk anak-anak. Seperti peristiwa bencana alam yang baru saja terjadi di Indonesia, yakni erupsi Gunung Semeru di Lumajang, Jawa Timur, pada Sabtu (4/12/2021).
Peristiwa Gunung Semeru meletus tidak hanya menghancurkan bangunan-bangunan dan memporak-porandakan lingkungan sekitarnya, tetapi juga menelan korban jiwa. Menurut data BNPB, ada 13 orang yang meninggal dunia dan ratusan warga mengalami luka-luka.
Terlepas dari peristiwa yang baru saja terjadi, tragedi bencana alam memang tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik, tetapi juga mental. Tak sedikit orang yang mengalami trauma pasca menjadi korban bencana alam.
Trauma sendiri tidak hanya dirasakan oleh golongan tertentu saja. Semua orang bisa mengalami trauma, mulai dari anak-anak, remaja, bahkan orang dewasa. Oleh karenanya, selain bantuan kesehatan secara fisik, diperlukan juga penanganan untuk kesehatan mental para korban bencana alam.
Baca Juga : Kemenkes Kirim Nakes dan Obat-obatan untuk Korban Terdampak Erupsi Gunung Semeru
Berikut cara menghilangkan trauma untuk anak-anak dan warga yang menjadi korban bencana, seperti dirangkum dari Psychiatry, Senin (6/12/2021).
Mengatasi trauma pada anak-anak
Anak yang mengalami trauma pasca bencana alam memperlihatkan beberapa gejala. Di antaranya kesulitan tidur, kerap murung, sedih, atau depresi, terlihat kurang berenergi, kurang nafsu makan, sulit berkonsentrasi, serta sering merasa ketakutan.
Selain itu, beberapa ada yang mengalami gejala fisik seperti sakit kepala, sakit perut, atau sakit di bagian tubuh lainnya. Mereka juga kerap menutup diri dan enggan bersosialisasi.
Berikut beberapa tips yang dapat dilakukan untuk membantu anak keluar dari traumanya;
1. Beri tahu anak-anak bahwa kondisi akan segera aman dan ada orang lain yang akan membantu. Ini bisa menjadi kesempatan yang baik untuk mengedukasi anak bahwa ketika sesuatu yang menakutkan terjadi, pasti ada orang yang harus membantu.
2. Batasi paparan konten televisi dan media sosial tentang bencana. Hal ini dilakukan karena paparan berulang terkait gambar menakutkan yang intens dapat meningkatkan rasa traumanya.
3. Mengajak anak menghabiskan waktu bersama keluarga atau orang terdekat. Hal ini dapat meningkatkan perasaan aman dan memberikan kesempatan yang bermanfaat untuk berbicara dan berbagi.
4. Temukan cara yang sehat untuk mengajak anak lebih rileks, seperti mendengarkan musik, membaca, olahraga, dan hobi lainnya.
5. Mengajak anak tetap terhubung dengan teman, keluarga, teman sekelas, dan tetangga untuk memberi dan menerima dukungan.
6. Anak-anak yang mengalami kehilangan orang-orang terdekat karena bencana alam mungkin lebih rentan dan dapat menimbulkan reaksi yang berkepanjangan atau intens. Anak-anak ini kemungkinan membutuhkan dukungan dan perhatian ekstra.
7. Jika anak mengalami gejala gangguan tidur, kekhawatiran yang mengganggu, ketakutan yang berulang tentang kematian, penurunan kinerja sekolah, atau menjadi agresi secara terus menerus sebaiknya mencari bantuan dari dokter anak, dokter keluarga, atau menemui tenaga kesehatan mental profesional.