Kisah Tukang Parkir yang Dirikan Rumah untuk Anak-Anak Penderita HIV/AIDS
![$detail['images_title']](https://img.okezone.com/content/2018/12/01/481/1985595/kisah-tukang-parkir-yang-dirikan-rumah-untuk-anak-anak-penderita-hiv-aids-VuFm3GqTa2.jpg)
DI Hari Aids Sedunia yang diperingati setiap 1 Desember 2018, ada kisah yang patut kita acungi jempol. Inilah kisah tukang parkir yang mendirikan rumah khusus untuk anak-anak penderita HIV/AIDS.
Sejumlah anak tampak asyik bermain ayunan di depan rumah khusus bagi anak-anak yang terkena HIV/AIDS yang terletak di Solo, Jawa Tengah. Kadang terdengar suara tangisan dan tak lama kemudian suara tawa. Rumah khusus ini terletak jauh dari permukiman warga dan anak-anak yang ditampung berasal dari berbagai daerah di Indonesia.
Mereka dititipkan di Rumah Singgah Lentera karena sejumlah alasan termasuk keluarga yang tak lagi mampu merawat mereka, atau bahkan ditolak. Koordinator rumah khusus ini, Puger Mulyono, menyatakan anak-anak ini ditelantarkan pihak keluarga karena stigma terkait HIV/AIDS yang masih tinggi di masyarakat.
 (Baca Juga:Pengidap HIV Bisa Hidup Lebih Panjang daripada Orang yang Negatif HIV)
"Orangtua anak-anak yang terinfeksi HIV/AIDS kan sudah meninggal semua sehingga mereka itu yatim piatu. Karena mengetahui anaknya terinfeksi HIV/AIDS sehingga keluarganya menolak dan tidak mengakuinya, sehingga mereka itu terlantar," kata Puger kepada wartawan di Solo Fajar Sodiq yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Â
Puger mengatakan ia pertama kali mengasuh anak dengan HIV/AIDS (ADHA) pada 2012 saat melihat ada anak yang ditelantarkan di satu rumah sakit di Solo.
"Adanya info anak dengan HIV/AIDS terlantar itu, kami memutuskan untuk merawatnya. Karena anak sudah dipulangkan oleh rumah sakit ke keluarganya di Mojosongo, kami pun menemui kakek dan neneknya. Ternyata mereka tidak mengakui jika itu cucunya atau sebagai anggota keluarganya. Akhirnya, mereka membolehkan kami untuk merawat anak itu," ujarnya.
 (Baca Juga:Mitos dan Fakta tentang Penularan HIV/AIDS Ini Wajib Kamu Ketahui!)
Anak ini secara bergantian ia asuh bersama teman dari yayasan lain sebelum akhirnya mereka memutuskan untuk membuat rumah khusus untuk merawat dan mengasuh anak yang terkena HIV/AIDS dan ditelantarkan keluarganya.
"Dari kamar kos terus kami cari kontrakan. Uang untuk mengontrak itu hasil penjualan motor milik Pak Yunus Prasetyo (rekan aktivis penamping anak dengan HIV/AIDS)."
"Di rumah kontrakan itu terus bertambah anak-anak dengan HIV/AIDS yang dititipkan, terus ada anak terinfeksi HIV/AIDS yang diantar neneknya diantar ke sini. Terus dari Boyolali ada tiga anak di rujuk ke sini," cerita Puger yang sehari-hari bekerja sebagai tukang parkir untuk memberi nafkah keluarganya. Selain menjadi tukang parkir, saat ini Puger sering diundang dalam acara menyangkut perawatan anak dengan HIV.
Â
Ditolak di sana sini
Puger mengatakan warga di sekitar menolak keberadaan rumah khusus itu setelah mengetahui anak-anak yang tinggal di situ terkena HIV/AIDS.
"Ketika kontrak selama dua tahun selesai pada 2015 lalu, kami ingin memperpanjang kontrak tetapi warga menolaknya sehingga kami harus mencari rumah kontrakan baru," katanya.
Saat pindah ke tempat baru bahkan ada warga yang melakukan demonstrasi, tambahnya lagi, walaupun tempat yang mereka tempati adalah rumah keluarga Puger sendiri. Penolakan ini berkali-kali ia alami sampai ada seorang ustad yang membantunya menghadapi warga yang menolak.
"Setelah ditolak di sana-sini, akhirnya ada Ustaz Mudzakir yang mengontrakkan rumah. Meskipun ada penolakan dari warga, tapi Ustaz Mudzakir pasang badan untuk menghadap warga yang menolak," ceritanya.
Saat ini, rumah khusus yang mereka tempati untuk mengasuh dan merawat anak merupakan bagian bantuan dari pemerintah kota serta dinas sosial setempat dan juga pihak swasta untuk pembangunan rumahnya.
Follow Berita Okezone di Google News